Jumat, 29 Agustus 2008

Hadis Ahad

BAB I
PENDAHULUAN

Hadis, menurut ulama’ Hanafiyah, dibedakan menjadi tiga, yaitu: Mutawatir, Mashhur, dan Ahad. Sedangkan menurut ulama’ selain Hanafiyah, memasukkan hadis Mashhur sebagai kategori hadis ahad. Dengan demikian, mereka mengklasifikasikan hadis menjadi dua bagian saja, yaitu hadis mutawatir dan ahad .
Hadis mutawatir merupakan hadis yang diriwayatkan oleh jama’ah (kumpulan banyak) orang sehingga dinyatakan menurut ‘adat tidak mungkin mereka bersepakat untuk dusta. Setiap hadis mutawatir adalah maqbul dan tidak memerlukan penyelidikan mengenai para rawynya.Oleh karena itu, merupakan suatu keharusan untuk meyakini dan membenarkan sesuatu yang diberitakan oleh hadis mutawatir seperti halnya ia menyaksikan sendiri secara langsung .
Sementara itu, hadis ahad merupakan hadis yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat mutawatir. Berbeda dengan hadis Mutawatir yang diyakini kebenaran dan kehujjahannya, hadis ahad hanya mendatangkan pengetahuan yang bersifat dugaan (zanny). Jadi, bagaimanakah kehujjahan hadis ahad tersebut?
Atas dasar uraian tersebut dalam makalah ini akan dibahas mengenai hadis ahad dengan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian hadis ahad?
2. Bagaimanakah klasifikasi hadis ahad?
3. Bagaimanakah kehujjahan hadis ahad?







BAB II
PEMBAHASAN
HADIS AHAD
A. Pengertian Hadis Ahad
Secara etimologi kata al-ahad adalah bentuk jamak dari kata ahad yang berarti satu. Jadi, khabar al-wahid adalah khabar yang diriwayatkan oleh satu orang.
Dalam segi terminologi hadis ahad adalah adalah hadis yang diriwayatkan oleh beberapa orang rawy dan belum mencapai bilangan mutawatir pada tabaqat (lapisan atau tingkatan) sahabat, tabi’in atau tabi’ al tabi’in dan lainya. Dikatakan juga mengenai pengertiannya yaitu hadis yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir baik perawynya adalah seorang saja atau lebih dari satu.
Tidak jauh berbeda dengan pengertian diatas, Muhammad bin Muhammad Abu Shahbah, mendefinisikan hadis ahad sebagai hadis yang didalamnya tidak terkumpul syarat-syarat mutawatir meliputi hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawy dalam suatu tabaqat atau dalam keseluruhan tabaqat, dan hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawy atau tiga rawy atau lebih yang tidak sampai pada jumlah perawy dalam tingkatan mutawatir.
B. Klasifikasi Hadis Ahad
Hadis ahad dari segi banyak sedikitnya para rawy yang meriwayatkan dibedakan menjadi tiga, yaitu: Mashhur, aziz, dan gharib.
1. Mashhur
Hadis mashhur adalah hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir. Sebagian ulama’ fikih menamakan hadis mashhur dengan hadis mustafid dan sebagian lainnya membedakan antara keduanya (mashhur dan mustafid). Menurut mereka hadis mustafid adalah hadis yang jumlah para perawynya seimbang atau sama di setiap tabaqat baik di awal, di tengah, atau di akhir tabaqat. Sedangkan mashhur adalah hadis yang jumlah perawynya tidak kurang dari tiga orang dan belum sampai pada derajat mutawatir, baik jumlah perawynya sama dalam setiap tabaqat atau tidak. Karena itu hadis mashhur dipandang lebih umum dari pada mustafid.
Hadis mashhur adakalanya sahih, hasan dan da’if. Didasarkan pada kategori sifat yang dimiliki para perawynya. Contoh hadis mashhur sahih, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhary dan Muslim;

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba. Akan tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah tidak terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan” (HR. Bukhari, Muslim, danTirmidhi).

Contoh hadis ahad hasan;

“Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim”
Contoh hadis da’if;

“Kedua telinga itu bagian dari kepala”
Istilah Mashhur terkadang diterapkan pada suatu hadis, menurut ketetapan yang bukan semestinya, yakni banyaknya rawy yang meriwatkannya. Akan tetapi, diterapkam pada suatu hadis yang mempunyai ketenaran dikalangan para ahli ilmu tertentu. Misalnya hadis yang mashhur di kalangan ahli hadis seperti hadis yang diriwayatkan Bukhary Muslim;


”Bahwasannya Rasulullah SAW pernah melakukan qunut selama satu bulan setelah berdiri dari ruku’ berdoa untuk (kebinasaan) Ra’l dan Dzakwan” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis yang mashhur di kalangan usuliyyun (ahli usul fiqh):

”Telah dibebaskan dari umatku kesalahan, kelupaan dan yang dipaksakan kepadanya” (HR. Al-hakim dan Ibnu Hibban).
Hadis yang mashhur dikalangan ahli fikih;

”Perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talaq” (HR. Al-Hakim).
Terdapat juga hadis yang mashhur di kalangan masyarakat yang bahkan meliputi hadis yang perawynya kurang dari tiga orang atau tidak berasal sama sekali, seperti hadis dibawah ini;

“Para ulama dari ummatku seperti para nabinya bani Isra’il”
2. Hadis ‘Aziz
Hadis ‘aziz adalah hadis yang jumlah rawynya tidak kurang dari dua orang. Contoh hadis ‘aziz yaitu hadis riwayat Bukhary-Muslim di bawah ini;


”Tidaklah beriman salah seorang di antara kamu hingga aku (Nabi) lebih dicintainya daripada bapaknya, anaknya, serta serta seluruh manusia” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari kalangan sahabat hadis tersebut diriwayatkan oleh Anas dan Abu Hurairah. Dari Anas diriwayatkan oleh dua orang yaitu Qatadah dan Abd al-‘Aziz bin Suhayb. Dari Qatadah diriwayatkan oleh dua orang yaitu Sha’bah dan sa’id. Dari abd al-‘Aziz bin Suhayb oleh dua orang yaitu Isma’il bin ‘Ulayyah dan Abd al-Warith. Selanjutnya dari masing-masing perawy tersebut diriwayatkan oleh orang banyak.
3. Hadis Gharib
Yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawy saja dalam keseluruhan tabaqat atau sebagiannya. Hadis gharib dibagi menjadi dua yaitu Gharib Mutlaq dan Gharib Nisby.
Gharib Mutlaq yaitu apabila kesendirian rawy dalam meriwayatkan hadis terdapat pada asl al-sanad, yaitu sahabat . Misalnya hadis riwayat Bukhary Muslim;

”Bahwa setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya” (HR. Bukhari dan Muslim).


Hadis ini diriwayatkan sendiri oleh Umar bin al-Khattab, lalu darinya hadis ini diriwayatkan oleh ‘Alqamah. Muhammad bin Ibrahim lalu meriwayatkannya dari Alqamah. Kemudian Yahya bin Sa’id meriwayatkan dari Muhammad bin Ibrahim. Kemudian setelah itu, ia diriwayatkan oleh banyak perawy melalui Yahya bin Sa’id.



Dalam hadis di atas Abu Salih meriwayatkan dari Abu Hurairah saja. Dari Abu Salih diriwayatkan oleh Abd bin Dinar saja.
Gharib Nisby Yaitu apabila penyendirian tawi dalam meriwayatkan hadis terdpat di pertengahan sanad. Misalnya: Hadis Malik, dari al-Zuhry (Ibnu Shihab), dari Anas ra.:


”Bahwa Nabi saw. masuk kota Makkah dengan mengenakan penutup kepala di atas kepalanya”” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Malik dari Az-Zuhri.

C. Kehujjahan dan Kewajiban Mengamalkan Hadis Ahad.
Hadis mutawatir adalah hadis sahih, lagi mendatangkan pengetahuan yang meyakinkan karena itu wajib bagi seseorang untuk mengamalkannya dan dihukumi kufur orang yang mengingkarinya. Dalam hal ini tidak terdapat pertentangan dikalangan ulama’. Sebaliknya hadis ahad diperselisihkan mengenai kehujjahan dan kewajiban mengamalkannya. Mayoritas sahabat dan tabi’in serta kaum muslimin lainnya sepakat bahwa hadis ahad dapat dijadikan hujjah dan wajib mengamalkannya meski ia membuahkan dugaan (Yufid al-zan). Hadis ahad yang sahih (baik yang mashhur, ‘aziz dan gharib), diperselisihlan dikalangan ulama’ apakah ia berfaidah pengetahuan yang mendatangkan keyakianan atau hanya mendatangkan pengetahuan yang bersifat dugaan. Akan tetapi mereka sepakat mengenai kewajiban untuk mengamalaknnya. Segolongan ulama’ berpendapat bahwa hadis ahad apabila sahih maka berfaidah ilmu dan amal secara bersamaan karenanya wajib untuk diamalkan. Sedangkan sebagian ulama’ yang lain memandang hadis ahad yang sahih berfaedah zan (dugaan) karena perawinya lebih sedikit dari pada hadis mutawatir. Meskipun begitu tetap dihukumi wajib untuk mengamalkannya.
Muhammad Al-Ghazaly , mengemukakan bahwa hadis ahad mendatangkan pengetahuan yang bersifat dugaan (zanny) dan bahwa ia merupakan dalil untuk suatu hukum syar’iy sepanjang tidak adanya dalil yang lebih kuat darinya. Lebih lanjut menurutnya bahwa pernyataan hadis ahad mendatangkan keyakinan seperti halnya hadis mutawatir merupakan pernyataan yang berlebih-lebihan dan ditolak secara akal maupun naqal (yakni hasil pemikiran atau penukilan dari dalil-dalil syar’iy).
Atas dasar tersebut di atas, baik hadis ahad yang sahih berfaedah pengetahuan yang mendatangkan keyakinan atau dugaan, para ulama’ sepakat mengenai kewajiban untuk mengamalkannya selagi tidak ditemukan dalil yang lebih kuat yang bertentangan dengan hadis ahad tersebut. Apabila ditemukan dalil yang lebih kuat yang berlawanan dengan hadis ahad, maka hadis ahad tersebut dianggap mempunyai ‘ilat (cacat) dan berlakulah hukum Mansukh.
Disamping golongan yang mewajibkan pelaksanaan hadis ahad diatas, terdapat juga golongan yang menentang kewajiban melaksanakan hadis ahad dan kehujjahannya yaitu sebagian golongan mu’tazilah, Rawafid, qadariyah dan lainnya. alasan mereka antara lain sebagai berikut;
a. mereka berpendapat bahwa mengamalkan hadis ahad adalah bersifat zanny al-thubut (diragukan periwayatannya), kemudian mereka mengemukakan firman Allah yang berbunyi;

“......Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tidak berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran”

b. Mereka menyatakan bahwa sebagian sahabat tidak mengamalkan hadis ahad.
c. Para sahabat tidak melaksanakan hadis ahad hingga mereka mempu menunjukkan saksi atau mau melakukan sumpah.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Hadis ahad adalah hadis yang belum memenuhi syarat-syarat mutawatir. Hadis Ahad dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: mashhur, ‘aziz, dan gharib. Menurut Jumhur al-Muslimin yang terdiri dari para sahabat, tabi’in dan lainnya sepakat bahwa hadis ahad adalah hujjah dan wajib di amalkan meski ia membuahkan dugaan (yufid al-zan).








DAFTAR PUSTAKA

Al-‘Attar, Abd al-Nasir Taufiq. ‘Ulum al-Sunnah wa Dustur li al-Ummah. Beirut: Dar al-Fikr al-‘Araby’ tt.
Abu Shahbah, Muhammad bin Muhammad. Al-Wasit fy ‘Ulum wa Mustalah al-Hadith. Kairo: Dar al-Fikr al-‘Araby, tt.
Dawud, Ahmad Muhammad ‘Aly. ‘Ulum al-Qur’an wa al-Hadith. ‘Amman: Dar al-Bashir, tt.
Hasyim, Ahmad Umar. Qawa’id usul al-Hadith. Beirut: Dar al Kitab al-‘Araby, 1984.
Al-Ghazaly, Muhammad. Al-Sunnah al-Nabawiyah; bayna ahl al- hadith wa ahlal-fiqh. Penerjemah; Muhammad al-Baqir. Bandung, Mizan, 1994.
Al-Khatib, Muhammad ajjaj. Usul al-Hadith; ‘Ulumuh wa Mustalahuh. Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
Al-Tihhan, Mahmud. Taysir Mustalah al-Hadith. Beirut: Dar al-Fikr, tt.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

1xbet korean | Sports Betting in KR - Legalbet.co.KR
1Xbet 바카라 korean. Sports betting in KR. ➨. 1Xbet korean The only way to 1xbet korean bet choegocasino on the sport is to have the correct odds.