Senin, 18 Agustus 2008

Kisah al-Qur'an

BAB I
PENDAHULUAN

Al-Qur'an adalah obyek yang tidak pernah habis dikaji dan diteliti. Oleh karenanya wacana baru dalam kajian al-Qur'an selalu muncul ke permukaan. Term ini berawal dari kehebatan al-Qur'an. Misalnya dari al-Qur'an dapat diketahui beberapa pendekatan metodologi. Darinya pula, dikenal berbagai macam variasi penafsiran. Dari sinilah, harus diakui bahwa al-Qur'an adalah mu’jizat yang tidak ada tandingannya. Disamping itu harus diakui pula bahwa al-Qur'an adalah kitab suci yang selalu menarik untuk dikaji, baik oleh Islam maupun non Islam, dari dulu sampai sekarang.
Studi al-Qur'an adalah salah satu dari kajian keislaman yang membahas beberapa persoalan yang terkait dengan masalah al-Qur'an, baik berupa kajian teks, maupun kajian konteks. Studi al-Qur'an yang sering disebut dengan ulum al-Qur'an merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari berbagai aspek dalam kaitannya dengan al-Qur'an. Dari sini dapat dikatakan bahwa al-Qur'an mempunyai berbagai aspek yang dapat dikaji baik secara universal maupun parsial.
Kisah-kisah dalam al-Qur'an adalah salah satu dari sekian banyak hal yang terkait dengan al-Qur'an. Terdapat beberapa permasalahan yang kemudian harus mengkaji sesuatu yang lebih bersifat substansial dari kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur'an. Misalnya: salah satu bentuk kisah adalah menceritakan masa lalu dan masa yang akan datang, disamping itu juga banyak perumpamaan-perumpamaan serta pelajaran-pelajaran yang dapat diambil hikmah dibalik cerita lain yang akan dibahas dalam makalah ini.
Kendatipun banyak yang harus diketahui, diteliti dan dikaji dalam al-Qur'an, akan tetapi penulis hanya akan membahas “kisah-kisah dalam al-Qur'an saja”, yang secara spesifik akan memaparkan tentang tinjauan umum tentang kisah, macam-macam dan tujuan kisah dalam al-Qur'an serta rahasia pengulangannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Kisah
Terkait dengan masalah tujuan umum tentang kisah ini, ada beberapa hal yang perlu dibicarakan yaitu apa sebenarnya kisah itu dan apa yang kemudian disebut dengan kisah dalam al-Qur'an. Disamping itu juga perlu diketahui beberapa tehnik al-Qur'an dalam memaparkan kisah-kisahnya.
1. Pengertian
Kisah berasal dari kata “al-Qossu” yang berarti mencari atau mengikat jejak. Disamping itu juga dapat berarti potongan berita, berita yang berurutan, dab berita yang diikuti. Berbagai arti kata kisah tersebut terdapat dalam al-Qur'an yang diantaranya secara universal adalah pada: surat Ali Imran (3:62), al-A’raf (7:7,176), Yusuf (12:3, 111), al-Kahfi (18: 64), Thaha (20:99) al-Qashash (28:11, 25), dan an-Naml (27: 76).
Kisah al-Qur'an adalah pemberitaan al-Qur'an tentang hal ihwal umat terdahulu, kenabian terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Lebih dari itu, dalam kisah al-Qur'an menjelaskan tentang sesuatu yang belum terjadi maupun yang akan terjadi. Pemaparan kisah-kisah yang komplit ini, merupakan salah satu mu’jizat al-Qur'an yang diarahkan untuk memberikan pemahaman-pemahaman kepada umat manusia tentang sejarah Nabi atau umat terdahulu dan beberapa kejadian dimasa yang akan datang. Isyarat al-Qur'an ini merupakan salah satu metode atau media untuk menjelaskan ajaran Islam yang sebenarnya, sehingga dengan adanya kisah ini ada sesuatu yang dapat diambil hikmahnya.
2. Tehnik pemaparan
Dalam memaparkan kisah-kisahnya, al-Qur'an memiliki metode yang spesifik, misalnya memperlihatkan aspek seni dan mendominankan aspek keagamaan. Diantara tehnik pemaparannya adalah:
a) Berawal dari kesimpulan
Sebagian cerita dalam al-Qur'an, ada yang mulai dari kesimpulan dan diikuti dengan rinciannya: yaitu dari fragmen pertama hingga fragmen terakhir. Contoh: kisah Nabi Yusuf.
b) Berawal dari ringkasan
Tehnik ini memaparkan kisah dari ringkasannya yang kemudian diikuti rinciannya dari awal hingga akhir. Contoh: kisah Ashabul Kahfi.
c) Berawal dari ringkasan adegan klimaks
Pada tehnik pemaparan ini, al-Qur'an mengawalinya terlebih dahulu dengan adegan klimaks, kemudian dikisahkan rinciannya dari awal hingga akhir. Contoh: kisah Nabi Musa dengan keganasan Fira’un.
d) Tanpa pendahuluan
Pada umumnya, sebelum al-Qur'an memaparkan kisahnya, terdapat pendahuluan yang digunakan, misalnya ketika menjelaskan tentang nabi Musa dalam surat al-Nazi’at yang didahului dengan pertanyaan “Sudahlah sampai kepadamu kisah Musa?”. Kendatipun demikian, terdapat kisah yang tidak memakai pendahuluan. Yaitu langsung pada poin yang diinginkan. Contoh kisah Nabi Musa yang mencari ilmu dalam surat al-Kahfi.
e) Adanya keterlibatan imajinasi manusia
Dalam hal ini, kisah-kisah dalam al-Qur'an banyak yang disusun secara garis besarnya saja, sedangkan kelengkapannya diserahkan pada imajinasi manusia. Terikat dengan masalah ini, Watt mengatakan bahwa al-Qur'an disusun dalam ragam bahasa lisan (oral) dan untuk memahaminya hendaklah digunakan daya imajinasi yang dapat melengkapi gerakan yang dilukiskan lafad-lafadnya. Contoh: kisah Nabi Ibrahim dan Isma’il tatkala membangun Ka’bah dalam surat al-Baqarah (2:27)
f) Penyisipan nasehat keagamaan
Pemaparan kisah dalam al-Qur'an sering disisipi oleh nasehat keagamaan. Contoh: ketika al-Qur'an menuturkan kisah-kisah Nabi Musa dalam surat Thaha dari ayat 9 hingga 98, di tengah-tengahnya disisipkan tentang kekuasaan Allah, ilmu Allah, kemurahan Allah dan kebangkitan manusia dari kubur (ayat 50:55), kemudian diakhiri dengan pengesaan Allah (ayat 98) Begitu juga kisah keluarnya Adam dari surga yang dikisahkam al-Qur’an dalam surah al-A’raf (QS. 7: 11-27). Kisah ini melukiskan permusuhan Adam dan Setan atau Iblis. Awalnua para setan dilaknat dam dikeluarkan dari surga untuk selama-lamanya karena berlaku sombong dan enggan bersujud kepada Adam sebagai mana yang diperintahkan oleh Allah swt.
Dalam kisah tersebut, Iblis diceritakan meminta penangguhan dari Allah sebelum dikeluarkan dari surga untuk dapat memainkan peranannya sebagai perusak kehidupan dan musuh sekaligus penghalang manusia menuju jalan yang benar.
Selanjutnya dimulai dari kondisi Adam dan Hawa di surga, mendapatkan anugerah besar dari Allah untuk mereguk seluruh kenikmatan di surga kecuali buah Khuldi. Sampai pada titik ini, muncullah tokoj utama yaitu setan yang berperan sebagi penggoda manusia pertama. Adam menerima godan setan dan makan buah khuldi. Itu berarti dia melanggar larangan Allah, dan akibatnya dia dan Hawa harus keluar dari surga sebagaimana diharapkan Iblis.
Setelah itu, kisah ini ditutup dengan penjelasan mengenai akibat yang ditimpakan kepada makhluk-Nya bila melanggar larangan-Nya.Firman Allah: “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaian untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamudari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak meriman” Inilah sisi petunjuk agama atau bimbingan keagaman dalam kisah ini yang selama ini menjadi misteri.

B. Macam-Macam Kisah dalam Al-Qur'an
Ada dua hal pokok yang secara garis besar menjelaskan tentang variasi isi kisah dalam al-Qur'an yang kemudian diklasifikasi dengan dua tinjauan, yaitu dari segi waktu dan materi.
1. Tinjauan dari segi waktu
a) Kisah ghaib pada masa lampau
Al-Qur'an mengesahkan sekian banyak peristiwa masa lampau. Walaupun diantara kisah yang terdapat dalam al-Qur'an tidak terbukti, akan tetapi sebagian lainnya dapat dibuktikan kebenarannya hingga kini. Hal ini menurut Quraisy Shihab tidak dapat dijadikan sebagai alasan untuk menolak kisah dalam al-Qur'an, karena kisah tersebut walaupun tidak terbukti kebenarannya, juga belum terbukti kekeliruannya.
Diantara kisah tersebut adalah kaum ‘Ad dan Thamut serta kehancuran kota Iran, cerita Fir’aun, ashabul kahfi, Nabi Nuh, Maryam dan lain-lain. Dari beberapa contoh tersebut, dapat dikatakan bahwa indikasi ghaib disini adalah karena cerita tersebut tidak dapat ditangkap oleh panca indera kita mengingat peristiwanya terjadi pada masa lampau yang tidak dapat dijangkau dengan fasilitas yang dimiliki manusia secara natural. Akan tetapi peristiwa-peristiwa tersebut, sebagian ada yang dibuktikan walaupun salah satunya tidak sama persis dengan apa yang telah dikemukakan oleh al-Qur'an.
b) Kisah ghaib pada masa kini.
Kisah ini menerangkan tentang hal-hal ghaib pada masa sekarang (meski sudah ada sejak zaman dahulu dan akan tetap ada pada masa yang akan datang) dan yang menyingkap rahasia orang-orang munafiq. Misalnya cerita tentang Allah dan sifat-sifat-Nya, para Malaikat, Jin, Syetan, siksa neraka, kenikmatan surga dan lain sebagainya.
c) Kisah ghaib pada masa yang akan datang
Dalam kisah ini al-Qur'an menerangkan tentang suatu peristiwa akan datang yang belum terjadi pada waktu turunnya al-Qur'an, akan tetapi peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Misalnya cerita tentang kemenangan Romawi setelah kekalahannya, kasus al-Walid bin Mughirahdan kasus Abu Jahal serta cerita-cerita lainnya. Pada model kisah ini, dikatakan ghaib pada masa yang akan datang karena pada mulanya cerita ini suatu informasi yang sebenarnya tidak terdapat argumentasi atau alasan rasional yang mengirinya akan tetapi benar-benar terjadi setelah al-Qur'an menyatakan cerita ini. Dalam bahasa manusia, kisah ini semacam ramalan yang benar-benar dapat dibuktikan karena terjadi setelah ungkapan sebelumnya.
2. Ditinjau dari segi materi
Selain dapat dilihat dari segi pemaparan secara periodik, kisah al-Qur'an juga dapat dilihat dari materi yang dipaparkan. Pertama, kisah para Nabi yang berisi tentang dakwah, mu’jizat, sikap musuhnya, tahapan-tahapan dakwah, akibat yang diterima bagi pendustanya, dan kisah-kisah lain. Kedua adalah kisah orang-orang tertentu sebagai pelajaran bagi manusia, contoh: Lukman Hakim, Qorun, Ashabul Kahfi dan sebagainya. Ketiga adalah peristiwa-peristiwa, misalnya terjadinya perang Badar, perang Uhud, Isra’ Mi’raj, hijrah dan lain sebagainya.
Mengingat variasi kisah yang terdapat dalam al-Qur'an, ada mengelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: pertama adalah Qisshah Tarikhiyah, yaitu kisah tentang seputar tokoh sejarah. Kisah ini dalam keterangan diatas dikatakan tokoh.
Kedua, adalah Qisshah Tansiliyah, yaitu kisah yang memaparkan peristiwa dengan tujuan untuk menerangkan suatu pengertian, sehingga kisah ini tidak perlu benar-benar terjadi, melainkan cukup berupa perkiraan dan khayal semata.
Ketiga, adalah qisshah al-Asatir, yaitu kisah yang berpautan dengan peristiwa yang terjadi dimasa lampau.
Dari semua penjelasan tentang kisah yang ditinjau dari segi materinya, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, bahan atau materi pokok yang disajikan suatu cerita dalam al-Qur'an melalui beberapa unsur, yaitu tokoh yang terdiri dari manusia, mahluk luas dan binatang. Kedua, adalah peristiwa. Dan ketiga adalah dialog. Berangkat dari sana semua, bahwa tidak ada perbedaan mendasar pada klasifikasi cerita dalam al-Qur'an sebagaimana disebut diatas, dan pada intinya antara yang satu dengan yang lain saling mengisi dan berorientasi pada satu maksud saja, yaitu berupaya mewakili semua kisah dengan satu konsep klasifikasi, walaupun antara yang satu dengan yang lain tetap saling melengkapi kekurangan masing-masing.

C. Tujuan Kisah dalam al-Qur'an
Dalam pemaparan kisah-kisah al-Qur'an, pada dasarnya terdapat banyak sekali faedah yang dapat dipetik manfaatnya. Faedah-faedah tersebut tertuang jelas dalam al-Qur'an, walaupun sebenarnya terdapat faedah-faedah yang tidak tertulis yang belum manusia ketahui secara pasti. Diantara faedah yang tertuang jelas dalam al-Qur'an adalah :
1. Menjelaskan asas-asas dakwah menuju Allah dan menjelaskan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Nabi.
2. Meneguhkan hati Rasulullah dan umatnya atas agama Allah, memperkuat kepercayaan orang mukmin tentang menangnya kebenaran dan para pendukung serta hancurnya kebatilan dan para pembelanya.
3. Membenarkan Nabi terdahulu, menghidupkan kenangan serta mengabaikan jejak dan peninggalannya.
4. Menampakkan kebenaran Muhammad dalam berdakwah dengan apa yang diberitakan tentang hal ihwal orang-orang terdahulu disepanjang kurun dan generasi.
5. Menyibak kebohongan ahli kitab dengan hujjah yang membeberkan keterangan dan petunjuk yang mereka sembunyikan dan menantang mereka dengan isi kitab mereka sendiri sebelum kitab itu dirubah dan diganti.
6. Kisah termasuk salah satu bentuk sastra yang dapat menarik perhatian para pendengar dan memantapkan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya ke dalam jiwa.
Dari beberapa faedah yang telah disebutkan diatas, dapat dikatakan bahwa sebenarnya muatan atau kandungan yang terdapat dalam kisah-kisah itu adalah mencakup beberapa hal. Diantaranya adalah unsur teologis yang dapat dilihat dengan keterangan yang bersifat ketuhanan dan kenabian. Kedua, adalah moralitas, hal ini dapat dilihat dengan adanya pesan-pesan yang terdapat di dalamnya menyangkut suatu pelajaran-pelajaran penting yang harus dijadikan pelajaran. Adakalanya untuk ditiru maupun untuk dijauhi. Ketiga, adalah unsur peradaban dan sastra yang terlihat ketika metode penyampaiannya menggunakan cerita. Hal ini mempunyai hal tersendiri, misalnya dapat menarik perhatian yang membaca atau yang mendengarnya, disamping itu juga bahwa suatu hal yang dijelaskan atau diungkapkan dengan metode sastra, dapat langsung menyentuh jiwa orang atau obyek yang menjadi tujuan diungkapkannya perihal tersebut.
Lebih dari semua yang dipaparkan di muka, bahwa ketika kisah al-Qur'an dilihat dari tujuannya, maka diketahui letak perbedaan antara cerita dalam al-Qur'an dengan cerita pada umumnya. Al-Qur'an memakai kisah sebagai salah satu cara mengungkapkan tujuan-tujuan yang bersifat transcendental, kendatipun demikian, aspek kesusastraan suatu kisah pada al-Qur'an tidak serta merta hilang, terutama pada saat menggambarkan umat masa lalu. Sedangkan cerita sastra pada umumnya hanyalah menonjolkan ungkapan seni atau kesusastraan saja pada aspek tujuannya. Itulah perbedaan mendasar antara cerita al-Qur'an dengan cerita sastra biasa.

D. Rahasia Pengulangan Kisah
Terkait dengan masalah pengulangan kisah ini, terdapat beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan dari aspek makna atau maksud pengulangan tersebut. Misalnya dengan adanya pengulangan tidak muncul suatu kejenuhan yang mengakibatkan pembaca atau pendengarnya terpengaruh dari sisi kejiwaannya yang pada akhirnya maqasid di dalamnya, tidak mengena atau bahkan tidak tercapai. Oleh karenanya, dapat dibenarkan apa yang telah diungkapkan oleh al-Tilhami, bahwa variasi penyampaian – terutama dalam al-Qur'an – mempunyai pengaruh terhadap kejiwaan obyek yang menjadi tujuan. Oleh karenanya tidak semua kisah dalam al-Qur'an yang mengalami pengulangan, akan tetapi sebagian saja. Hal inilah yang kemudian dapat dijadikan pijakan, bahwa dengan bervariasinya pengungkapan isi al-Qur'an. Akan dapat implikasi positif terhadap apa yang menjadi tujuan utama dikisahkannya suatu peristiwa.
Secara garis besar, minimal ada tiga bentuk pengulangan yang terdapat dalam al-Qur'an, yaitu:
1. Pengulangan alur kisah dengan tokoh yang berbeda
Diantara tujuan kisah dalam al-Qur'an adalah menetapkan keesaan Tuhan, kesatuan agama, kesatuan Rasul, kesamaan penggunaan metode dakwah dan kesamaan yang ditempuh bagi orang yang mendustakannya. Dari tujuan yang ingin disampaikan ini, al-Qur'an mengisahkan beberapa tokoh yang sama walaupun dengan alur yang berbeda. Misalnya kisah Nabi Nuh, Hud, Saleh as. Dalam surat al-A’raf (7:59-64, 65-72, dan 73-79), dan Juga dalam Surat al-Syu’ara’ (26: 123-127, dan 143-145). Untuk lebih jelasnya perhatikan kisah dalam surat al-Syu’ara’ berikut:
Kaum `Aad telah mendustakan para rasul. Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan ta`atlah kepadaku. Dan sekali-kali aku tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam’.(26:123-127)
Ketika saudara mereka, Shaleh, berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu, upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam”.(26:123-127)

2. Pengulangan alur kisah dengan kronologis yang berbeda.
Kisah-kisah dalam al-Qur'an tidak disusun berdasarkan kronologis kejadian yang sebenarnya, namun disesuaikan dengan tujuan dan kondisi pada waktu itu, sehingga tidak jarang suatu kisah tertentu diceritakan secara berulang-ulang dengan kronologi yang berlainan. Misalnya: kisah Nabi Syu’aib dalam surat al-A’raf (7:85-93), surat Hud (11:84-95) dan surat al-Syu’ara (26:176-190). Dan kisah Nabi Lut dalam surat Hud (11:77-83) dan al-Hijr (15:61-75).
3. Pengulangan dari kisah dengan gaya yang berbeda
Al-Qur'an sering mengalami cerita tokoh-tokoh kisah tertentu dalam beberapa surah dengan menggunakan gaya bahasa yang berbeda. Misalnya kisah Nabi Musa yang diceritakan dalam surat Thaha (20:24-98), al-Syu’ara (26:10-68), dan al-Qashas (28:1-47).
Pada pengulangan cerita Musa diatas, terdapat gaya bahasa yang berbeda pada setiap suratnya dengan satu maksud yang sama. Pertama, pada surat Thaha, Musa diutus untuk berdakwah kepada Fir’aun, kedua, dalam surat as-Syu’ara Musa diutus untuk berdakwah pada kaum Fir’aun, dan ketiga, Musa diutus untuk berdakwah pada fir’aun dan kaumnya. Gaya bahasa yang berbeda tersebut senantiasa mengacu pada satu maksud yang sama, yaitu bahwa Nabi Musa diutus untuk berdakwah kepada Fir’aun dan kaumnya.
Contoh yang lain adalah Kisah tentang percakapan antara Allah dan Iblis yang enggan bersujud kepada Adam (QS. 7:12-13, dan QS. 15:32-34). Dalam hal ini Khalafullah mengemukakan bahwa pengulangan suatu kisah tidak dimaksudkan untuk mengulang kata-kata, akan tetapi yang dimaksud adalah mengulang maknanya. Karena itu, perbedaan dan persamaannya buun menjadi suatu masalah. Untuk jelasnya, perhatikan kisah dalam Al-Qur’an beikur ini:
“Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis: "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka ke luarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". (7:12-13)
“Allah berfirman: "Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?"Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk".Allah berfirman: "Keluarlah dari surga, karena sesungguhnya kamu terkutuk”.(15:32-34)

Dari beberapa bentuk diatas, dapat diketahui bahwa pada dasarnya ada tujuan atau rahasia tertentu mengapa al-Qur'an mengulangi sebagian kisahnya. Diantara rahasianya adalah:
1. Menjelaskan ke-balaghah-an al-Qur'an pada tingkat paling tinggi. Karena diantara keistimewaan balaghah adalah mengungkapkan sebuah makna dalam berbagai bentuk yang berbeda.
2. Menunjukkan kehebatan mukijizat al-Qur'an. Karena mengungkapkan suatu makna pada beberapa bentuk yang tidak satu bentukpun dapat ditandingi oleh sastrawan Arab adalah tantangan dahsyat dan bukti al-Qur'an itu benar-benar datang dari Allah SWT.
3. Memberikan perhatian besar terhadap kisah tersebut agar pesan-pesannya lebih mantap dan melekat dalam jiwa. Karena pada dasarnya, pengulangan adalah salah satu cara pengukuhan yang mengindikasikan bahwa suatu peristiwa tersebut benar-benar mendapat perhatian dari Allah.
4. Peredaan tujuan yang hendak diungkapkan. Dalam hal ini sebagian makna yang diungkap pada suatu tempat mempunyai makna berbeda dengan makna yang diungkap pada tempat yang lain. Dengan kata lain, suatu kisah diungkapkan sesuai dengan tuntutan kondisi yang diperlukan.
Suatu hal apabila kita melihat adanya tuduhan-tuduhan orientalis terhadap al-Qur'an, misalnya tentang adanya rekayasa pada kisah-kisahnya, ketidak-otentikan isinya, dan lain sebagainya terjadi ketika al-Qur'an disamakan dengan sejarah. Sehingga unsur-unsur sejarah yang harus dipenuhi juga harus terpenuhi pada al-Qur'an, misalnya waktu terjadinya baik tanggal maupun tahunnya. Hal inilah yang menyebabkan terbenturnya dua ideologi yang berbeda, sebab al-Qur'an tidak bisa dilihat dari satu sisi saja. Padahal diantara kelebihan al-Qur'an adalah kumulasi dari berbagai unsur yang masuk pada suatu “kitab suci”. Dengan kata lain, bahwa pada al-Qur'an terdapat beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh kitab suci lainnya maupun kitab-kitab ajaran agama lain, sehingga dari sini ada nilai lebih terhadap al-Qur'an.
Salah satu contoh, bahwa ketika Watt mengatakan adanya cerita dalam al-Qur'an adalah sesuai dengan pengalaman Muhammad dan pengikutnya serta dia (cerita itu) sudah dikenal sebelumnya, walaupun hanya pokok-pokok utama yang singkat. Dari sini dapat dikatakan bahwa suatu hal yang dikritisi oleh Watt adalah adanya pengulangan kisah dan indikasi kesamaan situasi dengan Muhammad dalam ungkapan-ungkapan kisahnya. Hal ini kemudian memberikan suatu interpretasi baru pada ke-otentitas-an sebuah cerita dalam al-Qur'an. Adapun contoh-contoh spesifik tentang tuduhan ini, bisa kita temukan dalam buku-buku literatur ulumul Qur’an semisal Manna’ Kholil Al-Qatthan: Mabahith fi ulum al-Qur'an, M. Quraisy Shihab: Mukjizat al-Qur'an, Ibnu Katsir: Qishas al-Qur'an dan literatur-literatur.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari semua paparan diatas, terdapat beberapa titik tekan pada kisah-kisah dalam al-Qur'an, yaitu:
1. Pada dasarnya, kisah dalam al-Qur'an bertujuan untuk mengantarkan manusia pada suatu kebenaran melalui berbagai metode penyampaian dan ungkapan unsur-unsurnya.
2. Walaupun intinya sama, akan tetapi dalam al-Qur'an terdapat dua hal yang pokok, yaitu bahwa variasi kisah dalam paparan diatas dapat dikelompokkan pada 2 (dua) hal saja, yaitu: cerita yang berupa “kenyataan” (cerita yang benar-benar terjadi), dan “simbolik” (cerita yang hanya berupa simbol belaka dan terjadinya bukan merupakan keharusan).

DAFTAR PUSTAKA

A. Khalafullah, Muhammad. al-Fann al-Qashash fy al-Qur'an al-Karim, Terjemah. Al-Qur’an Bukan Kitab Sejarah. Jakarta: Paramadima, 2002.
Al-Hazimi, Ibrahim bin Abdullah Qishash Waqi’iyah an al-Anbiya’ wa al-Rasul wa Al-Sahabah wa al-Tabi’in wa al-Mutaqaddimin wa al-Muta’akhirin, Beirut: Dar al-Haqq, 2000.
Al-Qattan, Manna Khalil Mabahith fi Ulum al-Qur'an, Beirut: Dar al-Fikr
Charisma, Moh Chadziq Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Quran, Surabaya, Bina Ilmu, 1991.
Jalal, Abdul H. A, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000.
Nuqrah, Al-Tilhami, Sikulujiyah al-Qishshah fy al-Qur'an, Tunisia: al-Syirkah al-Tunisiyah, 1971.
Qalyubi, Shihabuddin Stilistika al-Qur'an: Pengantar Orientasi Studi al-Qur'an, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Qutub, Sayyid, al-Taswir al-Fann fy al Qur’an, Beirut: Dar al-Ma’arif, 1980.
Syihab, M. Quraish, Mu’jizat al-Qur'an; Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarah Ilmiah Dan Pemberitaan Gaib, Bandung: PT Mizan Pustaka. 2004.
Watt, W. Montgomery Bell’s Introduction to the al-Qur'an, Endinburgh: The University Press, 1970.

Tidak ada komentar: